Rabu, 12 Maret 2008
Agar Anak Cerdas, Ibu Hamil Harus Rajin Elus Perut
Konon, kecerdasan anak dapat dikembangkan sejak dalam kandungan.Untuk mendukung perkembangan otak janin, tidak cukup hanya diberi nutrisi saja.Mengelus-elus perut ibu hamil juga bisa memicu perkembangan otak janin."Stimulasi ini seperti dengan mengusap-usap perut ibu hamil dan mengajakbicara janin. Dengan sering melakukan stimulasi seperti itu, maka jaringan sinaptogenesis atau hubungan antar syaraf semakin banyak," kata dokter spesialis anak Dr Attila Dewanti Sp.A.Hal itu disampaikan dia dalam diskusi bertajuk "Mengembangkan Kecerdasan Anak Sejak dalam Kandungan" di Brawijaya Women and Children Hospital, Jl. Taman Brawijaya, Jakarta, Sabtu (22/9/2007).
Attila mengatakan, mengusap perut dan mengajak bicara janin juga bisa meningkatkan hubungan bapak-ibu dengan anaknya. Selain itu juga bisa mematangkan emosi anak, sehingga ketika dewasa tidak mudah depresi. Menurut dia, faktor yang dapat mempengaruhi perkembangan otak ada 3 yaitu, genetik, nutrisi dan lingkungan. Nutrisi yang diperlukan untuk perkembangan otak janin antara lain protein, karbohidrat, vitamin, mineral, serta AA dan DHA untuk perkembangan otak dan retina mata.
Untuk faktor genetik, orangtua yang cerdas, kemungkinan besar akan memiliki anak yang cerdas pula. Sebab dari faktor genetik ini, sekitar 50-60 persen yangditurunkan.Sedangkan faktor lingkungan salah satunya adalah mengelus perut dan mengajak bicara janin. (nvt/ken)
Sumber: detik, 24/09/2007
Hati-hati! Kemalasan Ibu Dipelajari Bayi
Senin, 03 Maret 2008
SIAPAKAH ORANG DEWASA ITU ?
Masa dewasa dibagi menjadi 3 (tiga) kategori :
A. Masa dewasa dini,
Masa ini usianya berkisar antara 18 sampai dengan 30 tahun. Tugas perkembangannya adalah :
1. Belajar memikul tanggung jawab sosial
2. Belajar memilih kelompok sosial yang cocok
3. Belajar hidup berkeluarga
4. Belajar mengurus anak
5. Belajar mengurus rumah tangga
B. Masa dewasa pertengahan
Masa ini usianya berkisar antara 30 tahun sampai 50 tahun. Tugas perkembangannya adalah :
1. Mencapai tanggung jawab sosial yang layak bagi orang dewasa
2. Membina dan mempertimbangkan standar kehidupan ekonomi
3. Membantu para remaja menjadi orang dewasa yang bertanggung jawab
4. Mengembangkan kegiatan untuk mengisi waktu luang
5. Mencapai hubungan yang harmonis dengan sekitarnya
6. Menerima dan menyesuaikan diri terhadap perubahan fisiologis pada masa dewasa pertengahan
7. Menyesuaikan diri sebagai orang tua yang telah berusia
C. Masa dewasa matang
Masa ini usianya berkisar diatas 50 tahun. Tugas perkembangannya adalah :
1. Menyesuaikan diri terhadap penurunan kekuatan dan kesehatan jasmani
2. Menyesuaikan diri terhadap masa pensiun dan berkurangnya pendapatan
3. Menyesuaikan diri terhadap datangnya kematian bagi keluarga
4. Memenuhi kewajiban sosial
5. Membina dan mengatur kehidupan fisik yang lebih mantap
6. Mengatur kehidupan batiniah yang lebih baik
Minggu, 02 Maret 2008
Etika Bisnis Islam
1. Murah Hati
2. Motivasi untuk Berbakti
3. Ingat Allah dan Prioritas Utama-Nya
Banyak ayat-ayat Al Quran dan Hadist Nabi yang memerintahkan kaum Muslimin untuk bermurah hati. Orang yang beriman diperintahkan untuk bermurah hati, sopan dan bersahabat saat melakukan dealing dengan sesama manusia. Al Quran secara ekspresif memerintahkan agar kaum Muslimin bersifat lembut dan sopan manakala berbicara dengan orang lain sebagaimana yang tercantum dalam Surah Al Baqarah ayat 83 dan Surah Al Israa’ ayat 53.
Tindakan murah hati, selain bersikap sopan dan santun, adalah memberikan maaf dan berlapang dada atas kesalahan yang dilakukan orang lain, serta membalas perlakuan buruk dengan perilaku yang baik, sehingga dengan tindakan yang demikian musuh pun akan bisa menjadi teman yang akrab. Selain itu hendaknya seorang Muslim dapat memberikan bantuan kepada orang lain yang membutuhkan kapan saja ia dibutuhkan tanpa berpikir tentang kompensasi yang akan didapat.
Manifestasi lain dari sikap murah hati adalah menjadikan segala sesuatu itu gampang dan lebih mudah serta tidak menjadikan orang lain berada dalam kesulitan. Islam menginginkan para pemeluknya untuk selalu membantu, dan mementingkan orang lain lebih dari dirinya sendiri ketika orang lain itu sangat membutuhkannya dan berlaku moderat dalam memberikan bantuan.
Melalui keterlibatannya di dalam aktivitas bisnis, seorang Muslim hendaknya berniat untuk memberikan pengabdian yang diharapkan oleh masyarakat dan manusia secara keseluruhan. Cara-cara eksploitasi kepentingan umum, atau berlaku menciptakan sesuatu kebutuhan yang sangat artificial, sangat tidak sesuai dengan ajaran Al Quran. Agar seorang Muslim mampu menjadikan semangat berbakti mengalahkan kepentingan diri sendiri, maka ia harus selalu mengingat petunjuk-petunjuk berikut:
1. Mempertimbangkan kebutuhan dan kepentingan orang lain;
2. Memberikan bantuan yang bebas bea dan menginfakkannya kepada orang
yang membutuhkannya;
3. Memberikan dukungan dan kerjasama untuk hal-hal yang baik.
Seorang Muslim diperintahkan untuk selalu mengingat Allah, meskipun dalam keadaan sedang sibuk oleh aktivitas mereka. Umat Islam hendaknya sadar dan responsif terhadap prioritas-prioritas yang telah ditentukan oleh Sang Maha Pencipta. Prioritas-prioritas yang harus didahulukan adalah:
1. Mendahulukan mencari pahala yang besar dan abadi di akhirat ketimbang keuntungan kecil dan terbatas yang ada di dunia;
2. Mendahulukan sesuatu yang secara moral bersih daripada sesuatu yang secara moral kotor, meskipun akan mendatangkan keuntungan yang lebih besar;
3. Mendahulukan pekerjaan yang halal daripada yang haram;
4. Mendahulukan bisnis yang bermanfaat bagi alam dan lingkungan sekitarnya daripada bisnis yang merusak tatanan yang telah baik.
Etika bisnis Islami merupakan tatacara pengelolaan bisnis berdasarkan Al-Qur'an, hadist, dan hukum yang telah dibuat oleh para ahli fiqih. Terdapat empat prinsip etika bisnis Islami: (1) Prinsip tauhid yang memadukan semua aspek kehidupan manusia, sehingga antara etika dan bisnis terintegrasi, baik secara vertikal (hablumminallah) maupun secara horizontal (hablumminannas).
Sebagai manifestasi dari prinsip ini, para pelaku bisnis tidak akan melakukan diskriminasi di antara pekerja, dan akan menghindari praktik-praktik bisnis haram atau yang melanggar ketentuan syariah. (2) Prinsip pertanggungjawaban. Para pelaku bisnis harus bisa mempertanggungjawabkan segala aktivitas bisnisnya, baik kepada Allah SWT maupun kepada pihak-pihak yang berkepentingan untuk memenuhi tuntutan keadilan. (3) Prinsip keseimbangan atau keadilan. Sistem ekonomi dan bisnis harus sanggup menciptakan keadilan dalam kehidupan bermasyarakat. (4) Prinsip kebenaran. Dalam prinsip ini terkandung dua unsur penting, yaitu kebajikan dan kejujuran. Kebajikan dalam bisnis ditunjukkan dengan sikap kerelaan dan keramahan dalam bermuamalah, sedangkan kejujuran ditunjukkan dengan sikap jujur dalam semua proses bisnis yang dilakukan tanpa adanya penipuan sedikitpun.
Selain itu, dengan menggunakan etika bisnis Islami sebagai dasar berperilaku, baik oleh manajemen maupun oleh semua anggota organisasi, maka perusahaan akan mempunyai sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas. SDM yang berkualitas adalah yang memiliki kesehatan moral dan mental, punya semangat dalam meningkatkan kualitas amal (kerja) di segala aspek, memiliki motivasi yang bersifat inner, mampu beradaptasi dan memiliki kreativitas tinggi, ulet dan pantang menyerah, berorientasi pada produktivitas kerja, punya kemampuan berkomunikasi, mengutamakan kerapian dan keindahan kerja. Jika akal dikendalikan iman, akan membuat seseorang dalam berbisnis tetap berpedoman pada standar etika yang diyakininya.
Sembilan Elemen Jurnalisme
2. Loyal Pada WargaMengetahui mana yang benar dan mana yang salah saja tak cukup. Kovach dan Rosenstiel menerangkan elemen kedua dengan bertanya. ”Kepada siapa wartawan harus menempatkan loyalitasnya? Pada perusahaannya? Pada pembacanya? Atau pada warga?”Wartawan punya tanggung jawab sosial yang tak jarang bisa melangkahi kepentingan perusahaan di mana mereka bekerja. Walaupun demikian, dan di sini uniknya, tanggung jawab itu sekaligus adalah sumber dari keberhasilan perusahaan mereka. Perusahaan media yang mendahulukan kepentingan warga yang justru secara bisnis lebih menguntungkan ketimbang yang hanya mementingkan bisnisnya sendiri.
3. Disiplin Melakukan VerifikasiDisiplin verifikasi mampu membuat wartawan menyaring desas-desus, gosip, ingatan yang keliru, manipulasi, guna mendapatkkan informasi yang akurat. Disiplin verifikasi inilah yang membedakan jurnalisme dengan hiburan, propoganda, fiksi atau seni.Lantas bagaimana dengan beragamnya standar jurnalisme? Tidakkah disiplin tiap wartawan dalam melakukan verifikasi bersifat personal? Kovach dan Ronsenstiel menerangkan memang tak setiap wartawan punya pemahaman yang sama. Tidak setiap wartawan tahu standar minimal verifikasi. Susahnya, karena tak dikomunikasikan dengan baik, hal ini sering menimbulkan ketidaktahuan pada banyak orang karena disiplin dalam jurnalisme ini sering terkait dengan apa yang biasa disebut sebagai objektivitas..
4. Independen“Seorang wartawan adalah mahluk sosial. Don’t get me wrong.” kata Kovach. Asosial bukan antisosial.Kovach dan Rosenstiel berpendapat, wartawan boleh mengemukakan pendapatnya dalam kolom opini (tidak dalam berita). Mereka tetap dibilang wartawan walau menunjukkan sikapnya dengan jelas. Jadi, semangat dan pikiran untuk bersikap independen ini lebih penting ketimbang netralitas. Namun wartawan yang beropini juga harus tetap menjaga akurasi dari data-datanya. Mereka harus tetap melakukan verifikasi, mengabdi pada kepentingan masyarakat, dan memenuhi berbagai ketentuan lain yang harus ditaati seorang wartawan.
5. Memantau Kekuasaan dan Menyambung Lidah Mereka yang Tertindas. Memantau kekuasaan bukan berarti melukai mereka yang hidupnya nyaman. Mungkin kalau dipakai istilah Indonesianya, “Jangan cari gara-gara juga.” Memantau kekuasaan dilakukan dalam kerangka ikut menegakkan demokarasi.Salah satu cara pemantauan ini adalah melakukan investigative reporting --sebuah jenis reportase dimana si wartawan berhasil menunjukan siapa yang salah, siapa yang melakukan pelanggaran hukum, yang seharusnya jadi terdakwa, dalam suatu kejahatan publik yang sebelumnya dirahasiakan.
6. Jurnalisme sebagai Forum PublikKovach dan Rosenstiel menerangkan zaman dahulu banyak surat kabar yang menjadikan ruang tamu mereka sebagai forum publik di mana orang-orang bisa datang, menyampaikan pendapatnya, kritik dan sebagainya. Kovach dan Rosenstiel berpendapat jurnalisme yang mengakomodasikan debat publik harus dibedakan dengan “jurnalisme semu,” yang mengadakan debat secara artifisial dengan tujuan menghibur atau melakukan provokasi.
7. Memikat Sekaligus RelevanMungkin meminjam motto majalah tempo jurnalisme itu harus “enak dibaca dan perlu.” Memikat sekaligus relevan. Ironisnya, dua faktor ini justru sering dianggap dua hal yang bertolak belakang. Laporan yang memikat dianggap laporan yang lucu, sensasional, menghibur dan penuh tokoh selebritas. Tapi laporan yang relevan dianggap kering, angka-angka, dan membosankan.Padahal bukti-bukti cukup banyak, bahwa warga mau keduanya. Orang membaca berita olah raga, tapi juga berita ekonomi. Orang baca resensi buku tapi juga mengisi teka-teki silang. Majalah The New Yorker terkenal bukan saja karena kartun-kartunnya yang lucu, tapi juga laporan-laporannya yang panjang dan serius.
8. Proporsional dan KomprehensifKovach dan Rosenstiel mengambil contoh yang menarik. Surat kabar sensasional diibaratkan seseorang yang ingin menarik perhatian pembaca dengan pergi ke tempat umum lalu melepas pakaian, telanjang. Orang pasti suka dan melihatnya. Pertannyaannya adalah bagaimana orang telanjang itu menjaga kesetiaan pemirsanya? Ini berbeda dengan pemain gitar. Dia datang ketempat umum, memainkan gitar, dan ada sedikit orang yang memperhatikan.Tapi seiring dengan kualitas pemain gitarnya, makin hari makin banyak orang yang datang untuk mendengarkan. Pemain gitar ini adalah contoh surat kabar yang proporsional.Proporsional serta komprehensif dalam jurnalisme memang tak seilmiah pembuatan peta. Berita mana yang diangkat, mana yang penting, mana yang dijadikan berita utama, penilaiannnya bisa berbeda antara si wartawan dan si pembaca. Pemilihan berita juga sangat subyektif. Kovach dan Rosenstiel bilang justru subjektif inilah wartawan harus senantiasa ingat agar proporsional dalam menyajikan berita.
9. Mengikuti NuraniSetiap wartawan harus mendengarkan hati nuraninya sendiri. Dari ruang redaksi hingga ruang direksi, semua wartawan seyogyanya punya pertimbangan pribadi tentang etika dan tanggungjawab sosialnya.Membolehkan tiap individu wartawan menyuarakan hati nurani pada dasarnya membuat urusan manajemen jadi lebih kompleks. Tapi tugas setiap redaktur untuk memahami persoalaan ini. Mereka memang mengambil keputusan final tapi mereka harus senantiasa membuka diri agar tiap orang yang hendak memberi kritik atau komentar bisa datang langsung pada mereka